Kekurangan Ahok Adalah Dia Tampil Sebagai ‘Superman’

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin

Mengurus pemerintahan, kata Sudirman Said sebagai ketua Tim Sinkronisasi, tidak sama mengurus perusahaan.

tirto.id – Sejak pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno memenangkan Pilkada Jakarta, Sudirman Said dipercaya memimpin Tim Sinkronisasi untuk melakukan komunikasi dengan jajaran birokrasi Pemprov Jakarta. Tim Anies-Sandiaga ini rutin menggelar pertemuan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) setiap Selasa dan Kamis. Mereka memaparkan program yang bakal direalisasikan gubernur dan wakil gubernur terpilih ketika resmi menjabat, Oktober mendatang.

Kepada kami, Sudirman bicara mengenai kerja Tim Sinkronisasi dan berkata kepemimpinan Jakarta di tangan Anies-Sandiaga “jauh lebih partisipatif dan lebih bersahabat,” termasuk berkomunikasi dengan para politikus di legislatif.

Berikut wawancara Sudirman Said kepada Arbi Sumandoyo dan Dieqy Hasbi Widhana mengenai program kerja Anies-Sandiaga di kantornya, bilangan Tirtayasa, Melawai, Selasa kemarin.

Sejauh ini apa saja yang dibicarakan Tim Sinkronisasi dalam pertemuan rutin dengan Pemprov DKI?

Tentu saja tim ini dibentuk oleh Pak Anies-Sandi untuk menjadi jembatan pada waktu menjalankan tugas-tugasnya di pemerintahan DKI. Karena yang dikerjakan adalah mengintegrasikan seluruh program, seluruh rencana kerja, yang disampaikan selama kampanye ke dalam program kerja secara formal. Artinya, institusi pemerintahan ini kan segala sesuatunya mesti direncanakan, mesti ditata. Karena itu makin jauh hari menyiapkan perencanaan, makin baik. Itu yang sedang dikerjakan.

Tugas tim adalah memastikan supaya janji-janji kampanye diintegrasikan ke dalam program, baik jangka pendek atau pendek sekali, yang disebut 100 hari itu, jangka setahun ke depan, sampai selesai periode 5 tahun.

Ada tiga problem yang harus dipecahkan. Satu, supaya program-program yang sifatnya sangat pendek bisa masuk dalam APBD Perubahan 2017. Kedua, dalam waktu yang sama, kita harus meyakinkan bahwa APBD 2018 juga mengakomodasi program-program itu. Ketiga, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Saya bersyukur karena seluruh proses ini berjalan baik sesuai jadwal, sesuai rencana. Komunikasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKPD) berjalan dengan baik. Komunikasi dengan legislatif juga berjalan dengan baik. Jadi tidak ada hambatan, tidak ada halangan yang berarti.

Yang tidak terjadi dengan mulus adalah komunikasi gubernur baru terpilih dengan Pak Djarot (Saiful Hidayat). Dengan Pak Ahok dulu sempat ketemu, selesai dan baik sekali. Dengan Pak Djarot, sudah dikirimi surat, sudah dikirimi pesan, tapi sampai hari ini belum ada pertemuan. Tapi itu tidak mengurangi progres yang kita capai.

Sekarang ini kami sedang fokus memasukkan materi-materi rencana kerja atau janji kerja kampanye itu ke dalam draf RPJMD. Setiap minggu, ada dua kali Focus Group Discussion (FGD), diskusi kelompok terarah, setiap Selasa dan Kamis. FGD mengundang SKPD yang bersangkutan, dari kita, pengamat, dan para ahli di luar. Itu nanti diintegrasikan dalam RPJMD.

Program Anies-Sandiaga yang masuk dalam RPJMD itu apa saja? Dan apa program kerja 100 hari Anies-Sandiaga?

Seluruh program Anies-Sandiaga itu turunan dari visi yang disebutnya bagaimana membuat Kota Jakarta lebih maju, maju kotanya dan bahagia warganya. Turunannya ada 23 janji. Intinya, bagaimana Anies-Sandiaga bisa memberikan suatu pola kepemimpinan baru yang lebih partisipatif, lebih memanusiakan birokrat, lebih bersahabat dengan stakeholder, lebih bisa berkomunikasi dengan legislatif.

Secara konten memang ada hal baru, tetapi lebih penting bagaimana cara memimpin. Gaya menjadi penting.

Saya kira semua orang tahu gaya Pak Anies dan Pak Sandiaga yang simpatik dan komunikatif. Pak Anies mengatakan tegas tidak harus galak, tidak harus arogan, bersih tidak harus sombong.

Ke-23 janji itu sudah diterjemahkan dalam 500 program kerja. Sudah diterjemahkan ke dalam 3.313 kegiatan. Jadi sudah sangat rinci dan perincian itu sudah dapat dikerjakan karena kerjasama dengan SKPD. Karena SKPD itu yang tahu apa yang disebut nomenklatur,budget, dan lainnya.

Apa yang menonjol dan sering disebutkan itu akan diinisiasi hari-hari pertama ketika beliau duduklah. Umpamanya, DP Nol Rupiah.

DP Nol Rupiah itu begitu nanti beliau duduk sebagai gubernur dan wagub, sudah pasti akan dilakukan persiapan regulasi, persiapan institusinya bagaimana, persiapan budget, dan segala macam. Karena ini program jangka panjang, tidak akan selesai tahun 2017, kan. Karena itu enggak apa-apa di 2017 mungkin persiapan-persiapan, nanti mulai eksekusi pada 2018. Nah, ini juga mesti dicek nanti kalau sudah jadi, angka budget seperti apa.

Program OK OCE, pengembangan enterpreneur di tiap-tiap kecamatan. Regulasinya segera disiapkan, institusinya disiapkan, budget disiapkan. Atau KJP Plus. Ini tidak serta-merta begitu duduk langsung berjalan. Jadi, semua yang sudah disampaikan publik, terus didorong, dilaksanakan. Karena betul seperti yang Anda bilang, itu janji, janji itu harus ditunaikan.

Tugas kami menyiapkan program supaya masuk dalam dokumen resmi. Kemudian, setelah dilantik, yang akan melaksanakan adalah SKPD yang bersangkutan. Nah, tim ini akan bubar sesudah pelantikan atau bahkan sebelum pelantikan kami sudah dibubarkan.

Dari draf RPJMD yang sudah disusun, apakah program Pemprov DKI sejalan dengan janji kampanye Anies Baswedan?

Tidak ada hal yang tidak bisa diubah termasuk regulasi. Mengenai pertanyaan, sejauh mana program-program yang diusulkan Pak Anies-Sandiaga sesuai apa yang dikerjakan? RPJMD itu, kan, dua proses dasar. Satu namanya proses teknokrasi. Mau siapa pun gubernurnya, pasti analisis mengenai keadaan daerah, kajian strategis apa yang bisa dikerjakan, tantangannya apa kebutuhan itu pasti akan diuraikan dengan baik oleh SKPD terkait. Koordinatornya adalah kepala Bappeda yang bekerja dengan seluruh instansi terkait.

Komponen kedua disebut komponen politis ini tergantung visi dan misi gubernur terpilih. Jadi ini yang menjadi fokus kami. Kami tentu saja bisa memodifikasi kalau memang analisis itu dianggap tidak pas. Jadi, apa yang kami lakukan di depan itu memahami dan membaca dengan detail apa yang sudah dirumuskan. Kemudian kami mengisi di bagian yang disebut sebagai proses politik.

Proses politik dikerjakan antara gubernur sampai akhirnya diintegrasikan, terus dibawa ke DPRD. Karena RPJMD mesti di-approve dan mesti menjadi peraturan daerah.

Kalau ditanya sejauh mana, apa yang dipikirkan Pak Anies-Sandiaga sesuai dengan yang dikerjakan selama ini? Saya kira setiap pemimpin punya warna. Ke-23 program, saya kira, banyak hal baru.

Urban farming: bagaimana mendorong tanah yang tidak termanfaatkan menjadi lahan tanaman yang bermanfaat seperti cabai atau apalah. Kemudian KJP Plus yang covered-nya diperluas. Acuannya semua warga Jakarta membayar pajak, karena itu tidak bisa dibeda-bedakan mana yang sekolah di negeri, swasta, sampai agama. Karena itu kemudian diperluas. Kemudian Kartu Pangan itu dimaksudkan memperkuat bagaimana memberi subsidi terhadap warga paling miskin.

Jadi banyak warna baru. Itu 23 item yang sudah diketahui masyarakat. Konsekuensi dari program yang sudah populer pasti akan ditagih masyarakat.

Soal DP Nol Persen dan KJP Plus, skema realisasi programnya seperti apa?

Pesan dari KJP Plus, KJS Plus, itu memperluas sasaran, meyakinkan semua (warga) berhak mendapat perlakuan yang sama. Nah, teknisnya, pertama kami mesti memutakhirkan data siapa yang berhak dulu. Tentu saja dari sekarang sudah bisa dilakukan. Tapi kewenangan untuk eksekusi baru ada setelah dilantik.

Kemudian kedua: karena terjadi perluasan covered maka meyakinkan ada penambahan kebutuhan anggaran. Itu harus dicek dalam anggaran 2018: betul-betul sudah tersedia atau belum? Ketiga, mengevaluasi unit pelaksananya sambil memberikan pemahaman baru bahwa ini memang covered-nya diperluas. Menurut saya, ini bukan hal yang sulit karena pada dasarnya KJP sudah jalan, tinggal ditambahin.

Mengenai DP Nol Rupiah, mungkin ini hal baru, harus dilihat regulasinya juga. Termasuk bicara dengan perbankan, developer. Tapi, intinya, Pemda ingin turun tangan, ingin melakukan suatu intervensi atau kontribusi bagaimana caranya agar warga paling miskin memperoleh rumah dengan cara-cara yang lebih baik.

Nah, yang mendasari ide ini: rumah bukan sekadar tempat tinggal tapi juga aset ekonomi. Semakin ketinggalan penduduk miskin tidak memiliki rumah, gap-nya makin lebar. Tapi, kalau seumpama masyarakat miskin itu mendapatkan subsidi dalam bentuk uang muka, bentuknya cicilan yang lebih ringan, maka pada suatu ketika siapa pun bisa punya rumah dan rumah itu bisa diagunkan, dikembangkan.

Sehingga aspek ekonominya bisa memberi manfaat dan tidak makin ketinggalan. Warga bolak-balik ngontrak rumah tapi harga rumah di Jakarta makin tidak terjangkau. Regulasinya mesti disiapkan dengan baik, budget mesti disiapkan, timnya mesti disiapkan. Tetapi yang saya tangkap dari banyak stakeholder, semua pihak menyambut gagasan baik ini, gagasan DP Nol Rupiah. Bahkan di beberapa daerah sudah muncul inisiatif untuk meniru itu. Nasional juga sudah ada namanya DP 1 Persen.

Lahan Jakarta terbatas, banyak dikuasai swasta, apakah realistis program DP Nol Persen direalisasikan pada 2018?

Saya lupa angka kesenjangan warga Jakarta yang memiliki rumah dan yang tidak dimiliki. Tapi sekarang pertanyaannya gini, lebih realistis mana dimulai meski tidak selesai seluruhnya dengan dibiarkan sama sekali? Itu makin njomplang. Jadi ya sudah, berapapun yang bisa dikerjakan pada tahun pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, kerjakan saja dulu. Sudah pasti sebagai program baru akan ada banyak tantangan. Tapi, kata Pak Anies sama Pak Sandiaga, ini kan soal keberpihakan pemerintah kepada masyarakat. Ya kita bisa mulai dari yang paling bawah.

Tapi saya juga paham tidak mungkin selesai seluruhnya. Tapi makin tidak dikerjakan, makin tidak selesai. Jadi ini bukan soal realistis atau tidak, tapi soal tekad untuk membuat golongan ekonomi paling rentan mendapatkan haknya atas perumahan.

Bagaimana soal pengawasannya? Bila kita lihat di era Ahok atau sebelumnya, banyak ditemukan jual-beli Rusun, dengan kata lain tidak tepat sasaran?

Saya ingin membahas dari segi gaya kepemimpinan. Saya dosen mata kuliah kepemimpinan, jadi saya paham betul teori dan praktiknya.

Menurut saya, semakin rumit program, semakin besar institusi, semakin besar urusan kita, semakin tidak mungkin tergantung pada individu. Artinya, yang mestinya dibangun sistem, tim yang kuat, partisipasi. Menurut saya, kekurangan gubernur lama adalah dia tampil sebagai ‘Superman’ yang seolah-olah semuanya bisa ditangani sendiri. Akibatnya apa? Seperti yang tadi Anda bilang, kontrol sistem tidak berlaku. Seolah-olah apa yang dikehendaki itu jadi.

Gaya seperti ini dalam lingkungan yang rumit seperti DKI Jakarta ini rentan menimbulkan ‘One Man Show’ dan akhirnya aspek-aspek tata kelola bisa ditubruk. Kalau kita lihat beberapa aspek yang mulai kita dalami, banyak hal yang dilakukan itu kemudian ditinggalkan begitu saja. Menurut saya, gaya Pak Anies dan Pak Sandiaga adalah orang-orang yang terbiasa bekerja dengan institusi. Dia pasti akan menggunakan institusinya untuk merencanakan, eksekusi, mengawasi.

Kemudian faktor keterlibatan warga yang disebut “membangun sebagai gerakan”. Kalau semua itu bisa dikerjakan, saya yakin gayanya Pak Anies dan Pak Sandiaga, rasanya program-program yang baru tadi menjadi hal yang diminati masyarakat, menimbulkan antusias. Jadi, semakin sentralistik figur seseorang dalam zaman modern, makin berpotensi menimbulkan banyak masalah. Saya melihat ke depan ini akan ada perubahan.

Ya saya nontonlah video-video itu, bagaimana Ahok di depan SKPD mengomel dan segala macam. Itu, kan, membuat orang menjadi segan menyampaikan hal yang benar. Itu yang menurut saya akan menjadi pembeda.

Seberapa kompleks mengurus Jakarta yang Anda bilang tadi?

Misalnya reklamasi. Itu dari segi government, kepemerintahan,banyak sekali hal yang dilanggar. Tidak heran kalau kemudian ada kasus sampai KPK menangkap orang yang terlibat. Dan jejak yang ditinggalkan luar biasa. Bagaimana mungkin bangunan belum ada izinnya sudah dijual atau pulau belum ada zonasinya dibangun.

Kemudian dalam urusan kompensasi, kontribusi-kontribusi itu hitungannya sangat subjektif dalam artian tidak diketahui masyarakat umum. Begitupun yang mendapatkan hak untuk membangun itu tidak diketahui umum. Jadi, ada cerita-cerita bangunan belum ada izin mendirikan bangunan (IMB) sudah dibangun.

Aspek-aspek ini kalau Anda tanya seberapa rumit ini rumit. Ini tidak hanya reklamasi, tapi juga urusan-urusan dalam hal kompensasi. Rumitnya dari penentuan hak dan kewajiban bagaimana sampai pengelola aset. Kalau Anda baca beberapa media akhir-akhir ini, banyak sekali kewajiban-kewajiban pengembang yang belum tertagih dan itu mungkin tidak cukup dicatat dengan baik.

Menurut saya, arah Pak Anies dan Pak Sandiaga sudah baik, sudah sangat tepat bahwa beliau ingin mengembalikan aspek tata kelola. Karena, menurut saya, mengurus publik ini bukan soal kecepatan semata-mata. Tapi secara kehati-hatian, soal praktik government yang baik. Jadi berbeda dengan ngurus perusahaan.

Ngurus perusahaan itu yang penting cepat, profit tinggi, dan efisien. Tapi ini urusan masyarakat, tidak bisa begitu. Menurut saya, arah dari Pak Anies dan Sandiaga untuk mengembalikan aspek-aspek government itu sangat tepat.

Soal reklamasi, apa yang akan dilakukan untuk menepati janji politik menyetop proyek tersebut?

Dalam hal ini saya belum bisa bicara detail. Tapi secara prinsip sudah jelas arahan dari gubernur dan wagub: pemerintah DKI tidak akan melanjutkan program reklamasi. Kami sedang mencari jalan bagaimana yang sudah dibangun, yang sudah dikerjakan, itu memberi manfaat pada publik.

Kajian hukum, kajian lingkungan hidup, kajian ekonomi sedang terus dilengkapi. Referensinya cukup banyaklah, para ahli memberikan keterangan-keterangan. Tapi bagaimana prosesnya, ditunggu sampai gubernur dan wagub resmi duduk. Kemudian, biarkan beliau mengambil keputusan.

Tetap pada komitmen awal?

Iya, kalau itu sih, iya. Pada setiap kesempatan, kami berdiskusi mengenai reklamasi. Selalu kami tanya bagaimana perkembangan pemikirannya? Beliau berdua konsisten. Kami jalankan apa yang menjadi komitmen dan janji kami.

Ketika fora diskusi kemarin, apa saja yang dipaparkan oleh Tim Sinkronisasi mengenai reklamasi?

Yang melakukan pemaparan bukan cuma kami, SKPD juga. SKPD misalnya dari biro hukum bercerita mengenai bagaimana kasus hukum yang dilewati dan pelanggaran apa yang terjadi, keputusan pengadilan, dan segala macam.

Kemudian Dinas Lingkungan Hidup cerita terkait lingkungan. Pelayanan Terpadu Satu Pintu cerita mengenai perizinan dan segala macam. Dari kami malah lebih sedikit presentasinya karena hanya menyampaikan kesimpulan atau poin-poin hasil kajian kami. Kami juga tidak mendiskusikan. Jadi tidak ada diskusi, lebih pada tukar informasi.

Soal program yang akan disertakan dalam APBD Perubahan, apakah nanti diakomodasi?

Tidak ada alasan, tidak ada regulasi, tidak ada dasar hukum untuk tidak mengakomodir. Gubernur terpilih, kan, memang punya kewenangan penuh untuk menjalankan apa yang menjadi visinya. Tentu saja basisnya adalah sepanjang sesuai peraturan perundangan.

Mengenai tarik-menarik itu kesan saja. Menurut saya outgoing leaders atau pemimpin yang akan pergi, kan, kewajibannya menyelesaikan tugasnya dengan baik. Semakin standar etikanya tinggi, pemimpin yang pergi itu semakin memberi ruang pada yang akan datang untuk membuka pintu untuk handovers.

Saya mengamati di mana-mana ini soal etika. Biasanya pemimpin yang akan pergi itu etikanya tidak mengambil keputusan yang strategis. Malah kalau harus mengambil keputusan, harus berkonsultasi dengan gubernur yang baru. Jadi, saya juga heran kenapa berkomunikasi pun tidak mau.

Kalau Anda tanya soal akomodasi, semuanya akan diakomodasi. Kalaupun belum, nanti tinggal tunggu waktu saja nanti begitu duduk (sebagai gubernur dan wakil gubernur) bisa dilakukan perubahan. Apalagi sebagian besar fraksi dan anggota DPRD support pemimpin yang baru ini. Jadi makin tidak punya alasan untuk tidak diakomodasi, semuanya akan masuk.

Program apa yang belum bisa diakomodasi karena terganjal Pergub?

Enggak ada. Semuanya masuk. Ngomong di publik saja seperti ramai. Enggak ada pada level diskusi, misalnya. Tapi nanti akan diketok oleh DPRD. Tapi komunikasi kami dengan DPRD, beliau-beliau mengatakan kasih tahu kepada kami apa-apa yang mesti dijaga, apa yang mesti dikawal. Jadi dari segi dukungan kiri-kanan, apalagi SKPD itu kan instrumennya pemimpin, jadi sudah pasti akan ikut.

Apa saja program yang diajukan?

Ke-23 janji politik itu menjadi ukuran utama. Itu seperti OK OCE, DP Nol Rupiah, KJP Plus, buka lapangan kerja, stabilitas harga pangan. Itu begitu duduk nanti pasti akan menjadi prioritas.

Saya tidak lihat persoalan mengenai anggaran. Bahkan umpamanya sampai Oktober 2017 tidak dapat anggaran karena gubernur sekarang tidak mengakomodasi, ya nanti November 2017 ajukan anggaran baru saja.

Tapi soal pembahasan anggaran, kabarnya akhir Juli ini akan diketuk?

Itu schedule normal, kan. Tapi karena ada pergantian gubernur, bisa juga mengusulkan jadwal baru. Dulu (tahun kemarin) malah sudah lewat tahun anggaran baru diketok.

Saat ini Tim Sinkronisasi menyusun program 5 tahun dalam draf RPJMD, bisa dijelaskan capaian tahapan di tahun pertama, kedua, dan seterusnya untuk mewujudkan program prioritas?

Kita belum sampai pada tahapan itu karena memang schedule dalam dokumen RPJMD itu formula standar. Artinya, dokumennya adalah dokumen yang dari waktu ke waktu di-review dan diperbarui. Nah, proses politiknya ini yang bagian kami. Sekarang baru sampai pada tahap FGD untuk membahas materi-materi yang strategis. Misalnya, bagaimana program kesehatan, pendidikan bagaimana, ketahanan pangan, infrastruktur, dan seterusnya.

Bulan Juli ini selesai FGD dan Agustus-September baru kami bicara mengenai pendapat-pendapat, termasuk tahun pertama apa, kedua apa. Termasuk nanti September sudah keluar angka (anggaran) dalam setahun diperlukan budget berapa, sumbernya dari mana. Sampai akhirnya diharapkan pada akhir September, sebelum gubernur dilantik, sudah ada draf. Nah draf itu, begitu nanti gubernur dilantik, akan dibawa ke DPRD. Jadi Anda bisa tanya soal itu nanti bulan Agustus.

(tirto.id – dqy/fhr)

Dipublikasikan di tirto.id pada 12 Juli 2017
Reporter:Arbi Sumandoyo & Dieqy Hasbi Widhana

Institut Harkat Negeri
Jl. H Sa’aba No. 7A
Cipete Utara, Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, Indonesia – 12150
Hotline : 0811 911 2016
Email : sekretariat@harkatnegeri.org

Institut Harkat Negeri

Institut Harkat Negeri
All rights reserved | 2024