Inspirasi
Pemuda Penggerak

Stevie Jeremia Hermawan

Mengangkat Citra Kopi Lokal Melalui Koperasi

Ngopi sudah merupakan suatu hal yang lumrah di keseharian masyarakat Indonesia. Mulai dari jaman orang tua dulu, ngopi sudah dimulai sejak pagi sebelum memulai aktifitas, berlanjut ngopi sambil ngerokok setelah makan siang hingga ngopi di sore hari sambil menikmati senja. Di kalangan anak muda pun, kopi juga bertransformasi sebagai gaya hidup kekinian, hingga muncul istilah ngopi-ngopi cantik. Namun pernahkah saat di sela-sela menikmati kopi kita berpikir, dari manakah kopi ini berasal? Sudahkah para petani kopi menikmati hidupnya senikmat rasa kopi di tangan Anda?

Stevie Jeremia Hermawan, Salah seorang pemuda yang meninggalkan hiruk-pikuk ibu kota untuk dikirimkan ke daerah terpencil dan terluar Indonesia melalui program Patriot Energi, akhirnya tinggal dan berbaur dengan para petani kopi di desa Minanga, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.

Melihat dan mengalami sendiri hidup keseharian para petani kopi di desa tersebut, juga atas permintaan para penduduk desa untuk membantu memasarkan kopi ke Jawa, maka Stevie dan beberapa temannya di Patriot Energi bertekad untuk mengangkat nilai kopi lokal, setara dengan proses dan kerja keras yang telah dilalui biji kopi tersebut hingga terseduh cantik di tangan Anda.

Maka setelah serangkaian diskusi panjang di sela-sela masa re-orientasi Patriot Energi, terbentuklah Narakopi, yang merupakan akronim dari Narashakti (sebutan untuk alumni Patriot Energi 1) Kopi pada tanggal 15 April 2015. Narakopi pun menetapkan visi langkahnya sebagai sebuah unit usaha koperasi kopi yang terintegritas dari hulu ke hilir, dari desa ke kota. Kopi akan dipasok oleh petani kopi di desa melalui koperasi primer yang ada di desa. Kemudian dikirim dan didistribusikan ke koperasi distribusi di kabupaten, yang kemudian akan dikelola di Jakarta oleh Narakopi.

Sebagai pilot project, dipilihlah dua daerah penempatan patriot yaitu desa Minanga, Kab. Mamasa dan desa Barumbun, Tanah Toraja. Kelompok Narakopi kemudian dibagi 2, Stevie-Maya sebagai Kelompok Pemberdayaan Desa yang berperan untuk mendampingi para petani kopi di desa penempatan selama 6 bulan masa bakti Patriot Energi 2 dan Bimo-Bia dibantu para Narashakti yang lain sebagai kelompok kota yang berperan dalam mempelajari pasar dan mengirim support materi dan alat untuk kepentingan pelatihan di desa.

Selama masa pendampingan di Mamasa, Stevie dan Maya giat mendampingi petani ke ladang-ladang kopi untuk memilih biji kopi terbaik, berdiskusi dengan para petani kopi, membangun rumah kaca sederhana untuk tempat pengeringan kopi serta melakukan kegiatan pelatihan pengolahan dan penyeduhan kopi. Stevie juga membangun jaringan dengan penduduk lokal di Mamasa dan mempersiapkan� Key Person di daerah untuk kelancaran transportasi dan komunikasi di daerah ketika masa pendampingan telah berakhir.

Untuk memberikan harga yang adil bagi petani kopi, Stevie dkk menyerahkan penentuan harga pasar oleh petani sendiri, dengan beberapa pertimbangan perhitungan tentunya. Sehingga antara petani dan Narakopi dapat mencapai kesepakatan harga bersama. Ada beberapa komponen biaya yang harus dicermati bersama yang secara berturut-turut dijabarkan sebagai berikut:� harga pokok buah, biaya pasca panen (meliputi biaya pengeringan buah kopi, biaya sortir, pengupasan dan biaya roasting), biaya distribusi, harga kemasan, keuntungan yang ingin diperoleh, biaya cadangan dan nilai penyusutan kopi. �Saat ini semua masih sama-sama belajar dan saya cukup senang karena setidaknya sekarang para petani kopi di desa sudah mampu menentukan berapa harga kopi yang pantas untuk membayar jerih payahnya. Tentunya tetap dalam koridor logis berdasarkan komponen biaya dan besaran keuntungan yang ingin mereka peroleh. Masyarakat tahu cara menghitung harga kopi, kenapa tidak lebih rendah atau lebih mahal. Dari hulu ke hilir sama- sama tahu tentang harga tersebut. Keduanya sama-sama tahu masing-masing mengambil untung berapa.� Terang Stevie.

Setelah berjibaku selama kurang lebih satu tahun, Stevie bersama teman-teman narakopi mulai menapaki jalan terang. Saat ini mereka sedang mengembangkan 2 kedai kopi yaitu Coworking Space Bakusapa di Rawamangun atas kerjasama pembiayaan dengan Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi dan Coffee on The Go Bakusapa di gedung FTSP, Universitas Trisakti bekerja sama dengan koperasi karyawan FTSP dan kedai kopi ngoepilah. Kedua kedai kopi ini menggunakan kopi-kopi dari petani binaan di Mamasa dan Toraja. Selain itu ada 3 daerah binaan lain oleh rekanan Narakopi yang mengirimkan produk daerahnya, antara lain Kertanegara (Bali), Gayo (Aceh) dan Mandailing (Sumatra Utara). Sementara untuk urusan manajemen dan operasional, Stevie menegaskan bahwa semuanya ditangani oleh anggota narakopi.

Kedua kedai kopi tersebut dikelola dengan ciri khas yang berbeda.� Coworking space Bakusapa Rawamangun mengutamakan diri sebagai ruang kolaborasi. Sehingga tempat tersebut tidak hanya untuk nongkrong-nongkrong cantik, tetapi juga sebagai tempat berbagi ilmu, berdiskusi, belajar bersama dan membentuk start-up-start up baru. Ruangan kedai pun dilengkapi dengan white board, meja-meja panjang dan round-table juga koleksi-koleksi buku di raknya. Berbagai event komunitas juga digelar di sana seperti pelatihan fotografi dan diskusi tematik.� Sedangkan Coffee on The Go Bakusapa, universitas Trisakti lebih mengedepankan konsep coffee express yang lebih efisien untuk para mahasiswa Trisakti.

Yang membedakan antara kedai kopi Bakusapa dengan kedai kopi lainnya adalah pemilihan kopinya. Untuk menjaga kualitas dan karakteristik rasa kopi, setiap supply kopi yang dikirim ke narakopi harus dipisahkan sesuai asal kebunnya. Untuk membedakannya, biasanya setiap kemasan kopi ditandai dengan nama petani dan daerah asal kopi. Dengan begitu kopi dari perkebunan yang terawat baik, tidak akan tercampur dengan kopi yang masih perlu ditingkatkan pengolahannya. Kopi-kopi di kedua kedai tersebut di-roasting dan diseduh sendiri oleh narakopi. Untuk meningkatkan kualitas olahan kopi, Narakopi juga sering bertukar ide dan ilmu kebaristaan dengan rekanan peer sharing seperti Kopi Tanah Air Kita di BSD, Ngopilah di Cempaka Putih, Jakarta dan Wikikopi di Yogyakarta.

Setiap usaha tentu akan menemui kendala, namun Stevie mengungkapkan saat ini kendala Narakopi masih sekitar fluktuatifnya pasokan kopi karena pengaruh cuaca akhir-akhir ini. Selain itu ia merasa perlu penambahan personil untuk urusan operasional Narakopi supaya ke depannya bisa lebih terstruktur dan pembagian beban kerja pun merata.

Untuk tahun- tahun ke depan, Stevie berharap Narakopi akan memiliki lebih banyak anggota dan dapat memberi kontribusi lebih besar kepada para petani kopi di desa-desa. Ia bermimpi bahwa suatu saat nanti Narakopi dapat segera mempunyai anggota yang sevisi untuk mengembangkan koperasi kopi. Ia juga berharap, nantinya akan lebih banyak pemuda Indonesia yang melakukan aksi nyata dari pada menunjukkan omong besar untuk memajukan Indonesia.

Salam,
Ika Istiana

Institut Harkat Negeri
Jl. H Sa’aba No. 7A
Cipete Utara, Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, Indonesia – 12150
Hotline : 0811 911 2016
Email : sekretariat@harkatnegeri.org

Institut Harkat Negeri

Institut Harkat Negeri
All rights reserved | 2024