Sains, Etik, dan Harkat Bangsa

Sudirman Said

Sumber : wahdah islamiyah
Sumber : wahdah islamiyah

   Dalam segala ukuran, Indonesia Kita sesungguhnya sedang tumbuh, terus menapaki kemajuan menjadi negara-bangsa yang lebih berdaya. Jika kita menarik diri sejenak untuk berjarak dari hiruk pikuk keseharian, dan membaca perjalanan Indonesia dalam horison waktu yang panjang, maka suasana bertumbuh itu dapat kita tangkap dengan jelas. Ketika merdeka, 77 Tahun yang lalu, jumlah penduduk Indonesia 61 juta jiwa, hari ini jumlahnya meningkat lebih dari empat kali lipat (270 juta jiwa). Dari 66 juta jiwa, hanya 3% saja yang melek huruf. Sekarang, dari 270-an juta rakyat Indonesia, tak sampai satu persen yang tidak sekolah. Angka harapan hidup orang Indonesia membak dari 49,6 tahun (1965) menjadi 71,5 tahun (2021).

       Statistik ekonomi makro juga menunjukkan kemajuan dari waktu ke waktu. Produk domestik bruto (PDB) per kapita kita tumbuh dari USD 523,25 (1980) menjadi USD 3.921,0 (2020). Volume APBN yang menjadi indikator kemampuan negara memberikan stimulus ekonomi terus membesar, dari RP 16,5 triliun (1980), menjadi Rp 2.500 triliun (2020). Yang menarik, kemampuan bangsa kita dalam membiayai penyelenggaraan negaranya juga terus membaik, dibuktikan dengan porsi pendapatan negara yang berasal dari pajak sebagai “iuran warga”. Penerimaan perpajakan terus meningkat dari Rp 2,2 triliun (1980) menjadi Rp 1.285 triliun (2020). Porsi belanja negara yang dibiayai oleh warga negara terus meningkat dari 22% (1980) menjadi 91% (2020).

Bila kita menggunakan indikator global seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Persepsi Korupsi (IPK), dan Indeks Demokrasi (ID); berbagai kemajuan juga kita rasakan. IPM kita naik dari 0,532 (1990) menjadi 0,718 (2020). IPK Indonesia juga mengalami perbaikan, dari 180 negara yang disurvei, Indonesia berada pada peringkat 126 di tahun 2008 menjadi peringkat 102 di tahun 2020. Walaupun saat ini demokrasi kita sedang masuk dalam kategori Flawed Democracy (demokrasi cacat) karena turunnya kualitas, tetapi indeks demokrasi Indonesia mengalami kenaikan, berada peringkat ke-64 dunia (2020), meningkat dari peringkat 62 (2006) saat indeks ini pertama kali dipublikasikan.

Kemerdekaan, pertama-tama adalah pengakuan akan harga diri suatu bangsa. Dibalik pergulatan fisik seperti yang kita saksikan dalam film-film sejarah, perjuangan meraih kemerdekaan adalah pergulatan ilmu pengetahuan dan sikap etis. Para perintis kemerdekaan, para pendiri bangsa, beserta seluruh jejaringnya adalah pribadi-pribadi yang bergerak karena panggilan ilmu pengetahuan dan dorongan sikap etisnya. Wawasan ilmu dan etik mereka menolak penindasan, ketidakadilan, kesewenangan, dan penyalahgunaan kekuasaan secara eksesif. Mengapa mereka menolak penindasan dan ketidakadilan? Karena mereka paham bahwa bangsa dan negara yang maju adalah negara-bangsa yang diurus dengan kesetaraan dan keadilan. Kekuasaan digunakan untuk mengayomi dan melindungi, bukan untuk menindas warganya.

      Sejarah mengajarkan, bangsa-bangsa yang mengedepankan sains dan etik terus menapaki kemajuannya sebagai bangsa yang unggul dan berwibawa. Sebaliknya bangsa-negara yang rusuh tata kelolanya, mengabaikan norma, meninggalkan sains dan etik, akan menuai kerusakan yang membuat bangsa itu mengalami kemunduran dan makin tertinggal.  Sains dan etik telah menjadi pemandu bangsa kita dalam meraih kemerdekaan dan harga dirinya, dan mengantarkannya pada kemajuan demi kemajuan.  Kemajuan ini jangan disia-siakan,  pun tak boleh dibiarkan berputar arah.

Institut Harkat Negeri
Jl. Siung No.4 Blok A3, Setu, Cipayung, East Jakarta City, Jakarta 13880
Hotline : 0811 911 2016
Email : sekretariat@ihn.or.id

Institut Harkat Negeri

Institut Harkat Negeri
All rights reserved | 2024