Memaknai Sumpah Pemuda: Potret Pemuda Indonesia Saat Ini

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
[et_pb_section fb_built=”1″ admin_label=”section” _builder_version=”3.22″ da_is_popup=”off” da_exit_intent=”off” da_has_close=”on” da_alt_close=”off” da_dark_close=”off” da_not_modal=”on” da_is_singular=”off” da_with_loader=”off” da_has_shadow=”on” da_disable_devices=”off|off|off”][et_pb_row admin_label=”row” _builder_version=”3.25″ background_size=”initial” background_position=”top_left” background_repeat=”repeat”][et_pb_column type=”4_4″ _builder_version=”3.25″ custom_padding=”|||” custom_padding__hover=”|||”][et_pb_text admin_label=”Text” _builder_version=”3.27.4″ background_size=”initial” background_position=”top_left” background_repeat=”repeat”]

Sudah kali ke 92 bangsa ini memperingati Hari Sumpah Pemuda. Dari banyaknya sumber bacaan yang ada, kita sedikit banyak dapat memahami bahwa jauh sebelum Indonesia merdeka, semua pihak berkeinginan membebaskan diri dari penjajah. Termasuk pemuda, dalam bentuk organisasi daerah.

Namun demikian, masih mudah dipatahkan penjajah karena lemah. Oleh karenanya, diadakan kongres pemuda untuk menyatukan berbagai organisasi daerah tersebut. Kongres membahas isi sumpah pemuda yang kemudian ditetapkan pada 28 Oktober 1928. Isi sumpah pemuda menyuarakan semangat persatuan, cinta tanah air, dan menunjunjung bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan.

Semangat ini dapat dimaknai dan diterapkan dalam banyak hal. Salah satunya, meningkatkan keberdayaan bangsa. Merdeka tidak hanya dimaknai sebagai kebebasan dari penjajah namun juga kebebasan dari segala rasa ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan dapat kita jumpai pada isu-isu kemiskinan, ketimpangan, pengangguran—dimana orang-orang cenderung tidak cukup mampu memberikan penghidupan bagi diri sendiri.

Maka, pemuda sebagai agen pembangunan bangsa dapat lebih didorong untuk memainkan perannya sebagai subjek pembangunan—sosok yang memberikan sumbangsih bagi negara. Telah disebut sebelumnya bahwa merdeka berarti negara memiliki daya. Untuk mencapai itu, bangsa ini memiliki 17 target pembangunan berkelanjutan pada 2030. Dari seluruh tujuan tersebut, SMERU dan Bappenas menyepakati 13 tujuan prioritas SDG pemuda diantaranya no poverty; zero hunger;  good health and well-being; quality education; gender equality; clean water and sanitation; affordable and clean energy; decent work and economic growth; industry, innovation, and infrastructure; sustainables cities and communities; climate action; dan partneships for the goals (SMERU).

Dalam pidatonya terdahulu Soekarno pernah berkata, “Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia”. Lantas sekarang pemuda Indonesia ada berapa? Hasil Susenas tahun 2019 menunjukkan bahwa seperempat penduduk indonesia merupakan pemuda (64,19 juta jiwa). Enam puluh empat juta adalah jumlah yang sangat banyak. Namun, bila boleh menafsirkan, Soekarno menitikberatkan pada kualitas bukan kuantitas. Tidak banyakpun, bila memiliki kualifikasi tinggi akan mampu membawa perubahan bagi negeri. Nah, tentu bila kualitas baik didukung dengan kuantitas yang banyak akan semakin potensial membawa negeri pada puncak kejayaan.

Lalu seperti apa karakter umum pemuda Indonesia? Pemuda indonesia didominasi oleh lelaki. Rasio jenis kelaminnya 103,16 dimana setiap 103 pemuda laki-laki terdapat 100 pemuda perempuan. lebih banyak pemuda yang berada di wilayah perkotaan (57,94%) dengan separuhnya terkonsentrasi di Pulau Jawa (55,28%). Separuh pemuda (59,17%) masih single atau belum menikah sedang sisanya sudah menikah dan/atau cerai hidup/mati. Artinya belum banyak yang memiliki tanggungan hidup.

Sebelum membahas lebih jauh, perlu diingat bahwa yang dimaksud pemuda menurut UU No 40 tahun 2009 (tentang Kepemudaan) adalah warga negara Indonesia yang berusia 16 hingga 30 tahun. Rentang usia ini dianggap periode penting bagi masa pertumbuhan dan perkembangan.

Lalu kualitasnya seperti apa? Dari sisi pendidikan, mayoritas pemuda (37,59%) telah menyelesaikan pendidikan SMA/sederajat dan hanya 9,98% yang telah menyelesaikan pendidikan Perguruan Tinggi (PT). Sekitar 52% sisanya menempuh pendidikan SMP/sederajat ke bawah.

Dari sisi kesehatan, terdapat fakta menarik bahwa satu dari empat pemuda Indonesia merupakan perokok. Batang rokok yang dihisap meningkat seiring dengan peningkatan usia pemuda. Rerata hariannya mencapai 7-12 batang rokok. Cukup membahayakan mengingat risiko rokok tidak sepele bagi kesehatan.

Bila menilai kontribusi pemuda dari sisi ekonomi spesifik pada ketenagakerjaan maka dapat kita lihat bahwa TPAK pemuda 61,96% atau 3 dari 5 pemuda sedang bekerja, mempersiapkan pekerjaan, atau mencari pekerjaan. Pemuda banyak terserap pada sektor jasa-jasa dengan persentase mencapai 55,2% sendiri, sisanya berada di sektor pertanian dan industri. Sedangkan dari jenis pekerjaan utamanya, sebagian besar pemuda bekerja sebagai tenaga produksi dan angkutan.

Dari sisi statusnya separuh pemuda bekerja sebagai buruh/karyawan (58,81%). Pekerja pemuda lebih banyak bekerja di sebagai pekerja formal (60,30%). Dari sisi upah, rerata upah/gaji pemuda bekerja sekitar Rp2 juta/bulan. Untuk pemuda dengan pendidikan tertinggi perguruan tinggi mampu memperoleh penghasilan hingga 3 juta ke atas.

Karakteristik pemuda dari sisi ketenagakerjaan dapat dikatakan not bad, but not too good. Terlebih bila melihat sisi imbal balas/upah yang belum terlalu besar serta tingkat pendidikan yang ditamatkan belum banyak yang Perguruan Tinggi (PT). Perlu upgrade kualifikasinya agar semakin berdaya saing. Terlebih selama pandemi kita belajar bahwa fleksibilitas, kemampuan beradaptasi pada segala situasi semakin penting untuk dimiliki.

Lalu sejauh mana pembangunan pemuda kita? Bappenas beserta BPS dan UNFPA menyusun Indeks Pembangunan Pemuda (IPP). Dari rentang 0-100, capaian IPP Indonesia 2015 sebesar 47,33 poin. Per 2019, menurut Muhadjir Effendi, Menko PMK IPP masih sangat rendah yaitu pada skor 51,50. IPP ini menilai sejauh mana upaya perluasan kapabilitas pemuda kita. Dinilai dari 5 domain utama yaitu pendidikan; kesehatan dan kesejahteraan; lapangan dan kesempatan kerja; partisipasi dan kepemimpinan; dan gender dan diskriminasi. Untuk kasus IPP 2015-2016, domain dengan skor terbesar berasal dari pendidikan.

IPP atau Youth Development Index juga diukur pada tingkat ASEAN. Pada periode 2012-2015 kondisi Indonesia cukup memprihatinkan yaitu peringkat 7 dari 10 negara. Nilai IPP Indonesia bahkan berada di bawah rerata IPP ASEAN. Artinya pengembangan daya saing pemuda kita masih sangat kurang. IPP kita hanya lebih unggul dari negara Laos, Thailand dan Kamboja.

Ada banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Namun, kondisi yang kurang baik bukan berarti tanpa harapan. Selalu ada ruang untuk melakukan perbaikan. Terlepas dari data-data statistik, pembangunan pemuda juga dapat dilihat dari sisi keinginan pemuda untuk melakukan perubahan dan kebermanfaatan. Ada banyak pemuda di luar sana yang mau memajukan negeri baik dengan pena (penelitian), membuka usaha, melakukan pekerjaannya dengan optimal, atau membangun organisasi/wadah pergerakan. Niat baik dan keberpihakan pada bangsa harus selalu dipelihara, entah kontribusi sebagai apa, sebesar apa, dan cara yang bagaimana.

Ditulis oleh: Dwi Supatmi

[/et_pb_text][/et_pb_column][/et_pb_row][/et_pb_section]

Institut Harkat Negeri
Jl. H Sa’aba No. 7A
Cipete Utara, Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, Indonesia – 12150
Hotline : 0811 911 2016
Email : sekretariat@harkatnegeri.org

Institut Harkat Negeri

Institut Harkat Negeri
All rights reserved | 2024