Indonesia digadang-gadang sedang menikmati bonus demografi, yaitu sebuah kondisi di mana penduduk berusia produktif lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang non-produktif. Kenyataannya tahun 2022, BPS mengeluarkan rasio ketergantungan atau dependency ratio Indonesia sebesar 44,67%, yang artinya ada 44-55 orang non-produktif di setiap 100 orang penduduk1. Kemenaker mendefinisikan usia produktif sebagai mereka yang berusia 15-65 tahun, sehingga warga Indonesia yang produktif diperkirakan ada di kisaran 70%. Dalam situs resminya, Kemenaker menyebutkan bahwa pada periode 2021 hingga 2023, Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah angkatan kerja dengan kenaikan sekitar 7,56 juta orang atau sekitar 5,39 persen2. Meskipun demikian, penyerapan tenaga kerja di sektor formal masih menjadi tantangan. Folkative dalam media sosialnya mengangkat data yang bersumber dari dari Biro Pusat Statistik bahwa 9,9 juta generasi Z di Indonesia merupakan pengangguran dan tidak bersekolah3.
Bekerja di sektor formal melulu menjadi tujuan pertama mereka yang lulus dari bangku kuliah. Dalam komentarnya terhadap postingan Folkative, netizen ramai menjerit mendapati kriteria lowongan yang tidak cocok dengan kondisi mereka yang fresh graduate dan belum berpengalaman membidangi fungsi yang mereka lamar. Sebagian yang lulus saat masa pandemi “tersangkut” dalam status pengangguran karena physical distancing yang diterapkan pemerintah4. Sementara setiap tahun setidaknya terdapat hampir 2 juta lulusan baru baik dari pendidikan tinggi vokasi, sarjana, atau pascasarjana yang menyatakan diri siap kerja5. Sayangnya semangat “siap kerja” para lulusan segar belum diimbangi dengan penyerapan sektor formal yang persyaratannya kian lama kian membuat angkatan kerja menyerah dan frustrasi. Akhirnya, mereka bersedia menempati posisi atau fungsi yang tidak memberikan mereka kondisi ketidak amanan dari sisi sosial, ekonomi dan jaminan kesejahteraan lainnya.
Grafik 1: Jumlah pekerja yang diserap sektor formal menunjukkan tren penurunan selama 15 tahun terakhir (Kompas, Senin, 20 Mei 2024)
Apakah bekerja di sektor formal merupakan satu-satunya tujuan ketika lulus? Tentu saja tidak.
Dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja, seluruh pihak, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil diharapkan dapat mendorong terjadinya berbagai inisiatif untuk melahirkan opsi karir bagi angkatan kerja. Selain bekerja sebagai karyawan, menjadi bagian dari kewirausahaan juga bisa menjadi alternatif cara berkarya bagi angkatan kerja.
Grafik 2: Pencari kerja yang langsung mendapat pekerjaan didefinisikan sebagai mereka yang lulus dan mendapat pekerjaan dalam periode setahun ke belakang dari saat pengambilan survei. Untuk tahun 2017, periodenya sejak September 2016 sampal Agustus 2017. Sedangkan, untuk tahun 2022 periodenya sejak September 2022 hingga Agustus 2022. (Kompas, Senin, 20 Mei 2024)
Sebagai negara perajin dan pedagang, Indonesia memiliki rapor yang sangat baik dalam sektor ini. Melihat data PDB Nasional, UKM-UMKM memberikan peranan besar dalam perputaran ekonomi. Keberadaan UKM-UMKM inilah juga yang membuat perekonomian Indonesia tetap bertumbuh sebesar 5% saat pandemi saat negara lain turun. Dalam situsnya Kemenko Perekonomian disebutkan bahwa pada tahun 2023 sektor UMKM memberi kontribusi lebih dari 60% produk domestik bruto Indonesia dan telah menyerap 97% tenaga kerja6. Fakta ini diperjelas oleh data yang diambil dari Kementerian PMK yang menjelaskan bahwa 64% dari UMKM dikelola oleh perempuan dan 0,64% di antaranya adalah wirausaha kerah putih.
Walaupun sudah terbukti memegang peranan besar, menjadi bagian dari kewirausahaan memiliki dinamikanya sendiri. Banyak hal yang membuat orang muda enggan untuk memulai atau menjadi bagian dari wirausaha. Ketidak pastian akan keberlangsungan usaha, ragu dengan kemampuan diri dalam mengelola, dan tidak siap dengan risiko, serta kurangnya dukungan dari keluarga adalah beberapa hal yang dianggap jadi penyebab orang muda maju mundur dalam berusaha. Padahal konsistensi mereka masih perlu diuji dalam 1-2 tahun pertama.
Walaupun pelatihan kewirausahaan, kemudahan akses terhadap permodalan, serta program inkubasi bisnis sudah tersedia, masih juga belum membuat orang muda . Tenaga kerja yang terampil dan berdaya saing tidak hanya penting bagi pertumbuhan ekonomi tetapi juga bagi kesejahteraan komunitas. Mengembangkan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar dan lingkungan sekitar dapat meningkatkan peluang kerja dan keberlanjutan ekonomi baik untuk dirinya sendiri atau pun lingkungan sekitarnya. Inisiatif seperti program pelatihan berbasis komunitas, pemberdayaan masyarakat, dan kerjasama dengan lembaga pendidikan dapat memperkuat kompetensi lokal. Dan, akhirnya orang muda tidak hanya berdaya tapi juga memberi daya pada sekitar.
Dengan memadukan upaya peningkatan keterampilan, dukungan kewirausahaan, dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya siap bekerja, tetapi juga mampu menciptakan peluang kerja. Saatnya bagi kita semua untuk tidak hanya mengandalkan sektor formal, tetapi juga untuk memberdayakan diri dan komunitas melalui inovasi dan kewirausahaan. Masa depan Indonesia ada di tangan generasi yang berani menghadapi tantangan dan menciptakan solusi, bukan hanya yang menunggu kesempatan datang.
1https://dataindonesia.id/varia/detail/rasio-ketergantungan-indonesia-sebesar-4467-pada2022#:~:text=Rasio%20Ketergantungan%20di%20Indonesia&text=Berdasarkan%20data%20Badan%20Pusat%2 0Statistik,kepada%20mereka%20yang%20berusia%20produktif.
2 https://satudata.kemnaker.go.id/infografik/59
3 https://www.instagram.com/p/C7EoYpBvNki/?igsh=dGt6dTg2aDk0Mzh0
4 https://www.instagram.com/p/C7EoYpBvNki/?igsh=dGt6dTg2aDk0Mzh0
5 https://republika.co.id/berita/rpr8km478/sepanjang-2022-jumlah-mahasiswa-lulus-capai-185-juta
6 https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/5318/dorong-umkm-naik-kelas-dan-go-export-pemerintah-siapkanekosistem-pembiayaan-yang-terintegrasi