Indonesia tengah menikmati periode emas yang disebut bonus demografi, di mana mayoritas penduduk berada dalam usia produktif (15-64 tahun). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2022, proporsi penduduk usia produktif mencapai 69.3% dari total populasi. Angka ini merupakan modal berharga bagi pembangunan ekonomi, karena penduduk usia produktif memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi melalui tenaga kerja dan inovasi.
Namun, potensi ini tidak serta merta berbuah manis. Tantangan riil juga menghantui, seperti tingginya angka pengangguran muda yang mencapai 12.84% pada tahun 2023 menurut data Kementerian Ketenagakerjaan.
Tingginya ekspektasi terhadap pekerjaan di sektor formal, ditambah ketatnya persaingan dan ketidaksesuaian kualifikasi dengan kebutuhan pasar, memperparah situasi ini. Lulusan baru kerap menghadapi kesulitan memenuhi kriteria lowongan kerja, terutama yang menuntut pengalaman kerja. Selain itu, terdapat kesenjangan keterampilan yang mengkhawatirkan. Laporan World Economic Forum tahun 2023 menyoroti kesenjangan keterampilan sebagai salah satu faktor penghambat daya saing Indonesia.
Kesenjangan ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan dan pelatihan saat ini belum sepenuhnya mampu menghasilkan lulusan yang siap kerja dan memenuhi kebutuhan industri. Hal ini berpotensi menghambat pemanfaatan bonus demografi secara optimal. Jika tidak diatasi, bonus demografi dapat menjadi beban demografi, di mana tingginya jumlah penduduk usia produktif justru menimbulkan masalah sosial dan ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan.
Tanggung Jawab Bersama
Untuk itu, kolaborasi strategis antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi krusial. Pemerintah perlu merancang kebijakan yang proaktif dan adaptif, termasuk reformasi pendidikan dan pelatihan vokasi yang relevan dengan tuntutan pasar kerja modern. Kurikulum pendidikan perlu diperbarui secara berkala, mengintegrasikan teknologi terkini dan soft skill yang dibutuhkan di era digital. Selain itu, program magang dan pelatihan kerja yang terstruktur dapat menjadi jembatan bagi lulusan baru untuk memasuki dunia kerja.
Perusahaan juga memiliki peran penting dalam menciptakan ekosistem kerja yang inklusif dan berkelanjutan. Program pengembangan karyawan, kesempatan magang yang terarah, dan inisiatif peningkatan keterampilan dapat menjadi investasi jangka panjang bagi perusahaan dan sekaligus berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia nasional. Kolaborasi antara perusahaan dan institusi pendidikan dalam merancang program pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri juga dapat mengurangi kesenjangan keterampilan dan meningkatkan daya saing lulusan.
UMKM, sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia, perlu mendapatkan perhatian khusus. Pemerintah dapat memberikan insentif dan dukungan finansial bagi UMKM yang inovatif dan berorientasi ekspor. Selain itu, program pendampingan dan pelatihan bis
nis dapat membantu UMKM meningkatkan kapasitas manajemen dan daya saing produk.
Partisipasi perempuan dalam dunia kerja juga perlu ditingkatkan. Akses terhadap pendidikan, pelatihan, dan modal usaha yang setara bagi perempuan dapat membuka peluang ekonomi yang lebih luas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2023 menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam angkatan kerja masih tertinggal dibandingkan laki-laki, yaitu sebesar 54.42% berbanding 83.98%.
Pedang Bermata Dua
Bonus demografi, meski menjanjikan, bukanlah tiket otomatis menuju kemakmuran. Ia ibarat pedang bermata dua, yang bisa menjadi berkah jika diasah dengan strategi tepat, atau sebaliknya, menjadi beban jika diabaikan. Tantangannya kompleks, mulai dari pengangguran yang masih tinggi, terutama di kalangan muda, hingga kualitas pendidikan dan pelatihan yang belum merata. Tanpa intervensi yang terukur dan terarah, bonus demografi bisa berbalik menjadi bencana demografi, di mana beban ekonomi justru meningkat akibat ledakan jumlah penduduk usia non-produktif.
Dengan kerja sama dan komitmen bersama, Indonesia dapat mengubah bonus demografi menjadi berkah demografi. Bonus demografi bukan hanya tentang angka, melainkan tentang kualitas sumber daya manusia yang produktif, inovatif, dan berdaya saing. Ini adalah momentum emas untuk mewujudkan Indonesia yang lebih maju, sejahtera, dan berkeadilan.
Kontributor: Ziki Zaelani