Institut Harkat Negeri (IHN) memiliki agenda bulanan yang bernama Diskusi Bulanan Membangun Harkat Negeri. Pada bulan Januari tema yang diangkat adalah Pendanaan Parpol dan Akuntabilitas Pemerintahan. Acara diadakan pada hari Rabu, 25 Januari 2017 di kantor IHN, Jl. Tirtayasa IV No.29 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Narasumber yang hadir kali ini adalah Donald Fariz dari ICW dan Titi Anggraini dari Perludem.
Sampai saat ini pendanaan Partai Politik (Parpol) di Indonesia masih menjadi permasalahan serius bagi bangsa Indonesia. Permasalahan tersebut terdapat dalam setiap tahap terkait penerimaan, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana Parpol. Permasalahan pendanaan Parpol ini dapat mempengaruhi pengelolaan pemerintahan apabila kader-kader Parpol yang tidak transparan dan akuntabel tersebut menduduki jabatan-jabatan publik.
Undang-Undang No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik sebenarnya sudah mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Keuangan Parpol dengan mewajibkan Parpol untuk melaporkan hasil audit dananya setiap tahun ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun dalam undang-undang perubahannya, Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik kewajiban melaporkan hasil audit dana Parpol setiap tahun ke KPU tersebut justeru dihapuskan. Hal tersebut tentu saja akan mengembalikan ke masa kelam pendanaan Parpol terkait transparansi dan Akuntabilitasnya.
Tujuan diskusi adalah untuk membedah permasalahan pendanaan Parpol, baik terkait aturan maupun kebijakan, mengetahui dampak permasalahan pendanaan parpol terhadap pengelolaan pemerintahan, serta untuk menggali alternatif solusi dalam rangka mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas pendanaan parpol.
Dalam diskusi terungkap bahwa pemerintah sampai saat ini baru mendanai operasional parpol sebesar 0,063% dari APBN. Dalam UU No.2 Tahun 2008 jo.2 Tahun 2011 tentang Parpol sebenarnya sudah dijelaskan bahwa sumber dana parpol berasal dari; iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum dan bantuan dari APBN/APBD. Tidak mengherankan jika parpol di Indonesia cenderung mencari dana operasionalnya dari sumber-sumber lain termasuk sumber dana yang gelap. Akibatnya, banyak anggota parpol di DPR maupun di eksekutif tersangkut masalah korupsi.
Besarnya kebutuhan operasional parpol juga mengakibatkan parpol dikuasai oleh para pemodal. Saat ini ada beberapa Parpol yang dipimpin oleh pengusaha, diantaranya Partai Nasdem, Perindo, Hanura, Gerindra dan Golkar. Akibat yang lebih buruk lagi apabila pemerintah tidak mengalokasikan dana lebih besar untuk operasional kantor adalah adanya potensi Parpol dikuasai oleh cukong. Oleh karena itu, demi untuk menyehatkan demokrasi Indonesia dan membuka akses setiap warga Negara dalam berpolitik, maka pemerintah wajib meningkatkan alokasi dana untuk operasional parpol.